Latihan Soal UAS THE


 

 

NASKAH TUGAS MATA KULIAH UNIVERSITAS TERBUKA SEMESTER: 2021/22.1 (2021.2)

Fakultas                     : FHISIP/Fakultas Hukum, Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Kode/Nama MK        : HKUM4401/Interpretasi Dan Penalaran Hukum Tugas                                              2

 

No.

Soal

1.

Soal Kasus:

Urgensi Melakukan Interpretasi

Hermeneutika hukum adalah upaya menggali dan merumuskan kaidah-kaidah, prinsip-prinsip, atau patokan-patokan yang seharusnya digunakan sebagai acuan dalam memahami, menganalisis, menginterpretasikan, dan mengungkapkan kompleksitas maksud dan makna teks hukum serta penerapannya dalam proses pengadilan. Makna yang dimaksud bukan sekedar makna literer melainkan makna secara keseluruhan. Norma-norma, aturan-aturan, atau prinsip-prinsip

tersebut terdiri dari prinsip-prinsip umum, sikap dan kehendak baik penafsir, tujuan interpretasi, kepentingan masyarakat, struktur sistem hukum, karakter dan peran penafsir, serta bagaimana memahami dan memperlakukan norma-norma hukum sebagai teks. Dari perspektif hermeneutik, putusan pengadilan merupakan suatu proses pembuktian kebenaran hukum dari berbagai ragam sudut pandangan: hukum, tradisi, masyarakat, tujuan sosial, kontekstual, dan sebagainya. Gregory Leyh mengatakan bahwa hermeneutika mengandung manfaat tertentu bagi yurisprudensi (ilmu hukum). Teori-teori hukum kontemporer pun semakin menegaskan supremasi hermeneutika dalam hukum.

Namun hakim atau penegak hukum tidak sebebas-bebasnya dapat melakukan interpretasi hukum. Sebuah penelitian dilakukan Lief H. Carter (Jurnal Konstitusi, 2016) terhadap para hakim di AS mengungkapkan bahwa para hakim ternyata lebih banyak bersikap pragmatis daripada idealis berkaitan dengan interpretasi dan penerapan hukum. Situasi yang berlangsung di AS berlangsung juga di Indonesia. Penelitian soal ini perlu dilakukan sehingga hukum dan prinsip-prinsip hermeneutika hukum harus dipakai sebagai patokan dalam penerapan hukum baik di pengadilan maupun di luar pengadilan.

Kasus yang digunakan sebagai contoh analisis dan interpretasi hukum di sini adalah

Putusan Pengadilan Nomor : 380 / Pid.Sus / 2013 / PN.JKT.UT. Dalam putusan tersebut terdakwa dinyatakan telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana yaitu “secara tanpa hak atau melawan hukum menggunakan narkotika Golongan I bagi dirinya sendiri“, sebagaimana diatur dan diancam dalam Pasal 127 ayat (1) huruf a Undang-Undang No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika. Karena perbuatannya, terdakwa dituntut pidana penjara selama 1 (satu) tahun dan 3 (tiga) bulan penjara dikurangi masa tahanan. Terhadap tuntutan pidana tersebut terdakwa mengajukan pembelaan secara lisan yang pada pokoknya mohon keringanan hukuman dan dapat direhabilitasi.


 

Pertanyaan:

Saudara mahasiswa, anda bebas menentukan asumsi-asumsi apa saja yang semestinya melekat, diberikan dan ada di dalam konteks contoh kasus peristiwa yang diberikan dalam Soal ini. Sehingga anda-pun dapat berinterpretasi secara relevan faktor-faktor apa saja yang semestinya masuk dalam analisis kasusnya tersebut.

 

Lakukan analisa asas-asas hukum penting apa saja dalam memeriksa/memutus perkara, sebagai batasan melakukan interpretasi atas kasus tersebut di atas; (Max 500 kata)

 

2.

Soal Kasus:

Urgensi Melakukan Interpretasi

Hermeneutika hukum adalah upaya menggali dan merumuskan kaidah-kaidah, prinsip-prinsip, atau patokan-patokan yang seharusnya digunakan sebagai acuan dalam memahami, menganalisis, menginterpretasikan, dan mengungkapkan kompleksitas maksud dan makna teks hukum serta penerapannya dalam proses pengadilan. Makna yang dimaksud bukan sekedar makna literer melainkan makna secara keseluruhan. Norma-norma, aturan-aturan, atau prinsip-prinsip

tersebut terdiri dari prinsip-prinsip umum, sikap dan kehendak baik penafsir, tujuan interpretasi, kepentingan masyarakat, struktur sistem hukum, karakter dan peran penafsir, serta bagaimana memahami dan memperlakukan norma-norma hukum sebagai teks. Dari perspektif hermeneutik, putusan pengadilan merupakan suatu proses pembuktian kebenaran hukum dari berbagai ragam sudut pandangan: hukum, tradisi, masyarakat, tujuan sosial,kontekstual, dan sebagainya. Gregory Leyh mengatakan bahwa hermeneutika mengandung manfaat tertentu bagi yurisprudensi (ilmu hukum). Teori-teori hukum kontemporer pun semakin menegaskan supremasi hermeneutika dalam hukum.

Namun hakim atau penegak hukum tidak sebebas-bebasnya dapat melakukan interpretasi hukum. Sebuah penelitian dilakukan Lief H. Carter (Jurnal Konstitusi, 2016) terhadap para hakim di AS mengungkapkan bahwa para hakim ternyata lebih banyak bersikap pragmatis daripada idealis berkaitan dengan interpretasi dan penerapan hukum. Situasi yang berlangsung di AS berlangsung juga di Indonesia. Penelitian soal ini perlu dilakukan sehingga hukum dan prinsip-prinsip hermeneutika hukum harus dipakai sebagai patokan dalam penerapan hukum baik di pengadilan maupun di luar pengadilan.

Kasus yang digunakan sebagai contoh analisis dan interpretasi hukum di sini adalah

Putusan Pengadilan Nomor : 380 / Pid.Sus / 2013 / PN.JKT.UT. Dalam putusan tersebut terdakwa dinyatakan telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana yaitu “secara tanpa hak atau melawan hukum menggunakan narkotika Golongan I bagi dirinya sendiri“, sebagaimana diatur dan diancam dalam Pasal 127 ayat (1) huruf a Undang-Undang No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika. Karena perbuatannya, terdakwa dituntut pidana penjara selama 1 (satu) tahun dan 3 (tiga) bulan penjara dikurangi masa tahanan. Terhadap tuntutan pidana tersebut terdakwa mengajukan pembelaan secara lisan yang pada pokoknya mohon keringanan hukuman dan dapat direhabilitasi.


 

Pertanyaan:

Saudara mahasiswa, anda bebas menentukan asumsi-asumsi apa saja yang semestinya melekat, diberikan dan ada di dalam konteks contoh kasus peristiwa yang diberikan dalam Soal ini. Sehingga anda-pun dapat berinterpretasi secara relevan faktor-faktor apa saja yang semestinya masuk dalam analisis kasusnya tersebut.

 

Apabila penafsiran literal hukum diterapkan pada persoalan Soal Kasus yang telah diberikan, analisalah faktor-faktor apa saja yang harus masuk dalam pertimbangan.( Max 500 kata).

3.

Soal Kasus:

Urgensi Melakukan Interpretasi

Hermeneutika hukum adalah upaya menggali dan merumuskan kaidah-kaidah, prinsip-prinsip, atau patokan-patokan yang seharusnya digunakan sebagai acuan dalam memahami, menganalisis, menginterpretasikan, dan mengungkapkan kompleksitas maksud dan makna teks hukum serta penerapannya dalam proses pengadilan. Makna yang dimaksud bukan sekedar makna literer melainkan makna secara keseluruhan. Norma-norma, aturan-aturan, atau prinsip-prinsip

tersebut terdiri dari prinsip-prinsip umum, sikap dan kehendak baik penafsir, tujuan interpretasi, kepentingan masyarakat, struktur sistem hukum, karakter dan peran penafsir, serta bagaimana memahami dan memperlakukan norma-norma hukum sebagai teks. Dari perspektif hermeneutik, putusan pengadilan merupakan suatu proses pembuktian kebenaran hukum dari berbagai ragam sudut pandangan: hukum, tradisi, masyarakat, tujuan sosial, kontekstual, dan sebagainya. Gregory Leyh mengatakan bahwa hermeneutika mengandung manfaat tertentu bagi yurisprudensi (ilmu hukum). Teori-teori hukum kontemporer pun semakin menegaskan supremasi hermeneutika dalam hukum.

Namun hakim atau penegak hukum tidak sebebas-bebasnya dapat melakukan interpretasi hukum. Sebuah penelitian dilakukan Lief H. Carter (Jurnal Konstitusi, 2016)terhadap para hakim di AS mengungkapkan bahwa para hakim ternyata lebih banyak bersikap pragmatis daripada idealis berkaitan dengan interpretasi dan penerapan hukum. Situasi yang berlangsung di AS berlangsung juga di Indonesia. Penelitian soal ini perlu dilakukan sehingga hukum dan prinsip-prinsip hermeneutika hukum harus dipakai sebagai patokan dalam penerapan hukum baik di pengadilan maupun di luar pengadilan.

Kasus yang digunakan sebagai contoh analisis dan interpretasi hukum di sini adalah

Putusan Pengadilan Nomor : 380 / Pid.Sus / 2013 / PN.JKT.UT. Dalam putusan tersebut terdakwa dinyatakan telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana yaitu “secara tanpa hak atau melawan hukum menggunakan narkotika Golongan I bagi dirinya sendiri“, sebagaimana diatur dan diancam dalam Pasal 127 ayat (1) huruf a Undang-Undang No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika. Karena perbuatannya, terdakwa dituntut pidana penjara selama 1 (satu) tahun dan 3 (tiga) bulan penjara dikurangi masa tahanan. Terhadap tuntutan pidana tersebut terdakwa mengajukan pembelaan secara lisan yang pada pokoknya mohon keringanan hukuman dan dapat direhabilitasi.


 

Pertanyaan:

Saudara mahasiswa, anda bebas menentukan asumsi-asumsi apa saja yang semestinya melekat, diberikan dan ada di dalam konteks contoh kasus peristiwa yang diberikan dalam Soal ini. Sehingga anda-pun dapat berinterpretasi secara relevan faktor-faktor apa saja yang semestinya masuk dalam analisis kasusnya tersebut.

 

Lakukan analisa terhadap batasan apa saja bagi ahli hukum/hakim dalam melakukan penafsiran hukum yang harus diperhatikan dalam perkara tersebut di atas.( Max 500 kata).

 

 

  1. Dalam membuat putusan, seorang hakim sepatutnya dalam menimbang dan memutus suatu perkara dengan memperhatikan asas keadilan, kepastian hukum dan kemanfaatan agar putusan yang dikeluarkan menjadi putusan yang ideal. Seperti putusan kasus diatas bahwa Putusan Pengadilan Nomor : 380 / Pid.Sus / 2013 / PN.JKT.UT. Dalam putusan tersebut terdakwa dinyatakan telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana yaitu “secara tanpa hak atau melawan hukum menggunakan narkotika Golongan I bagi dirinya sendiri“, sebagaimana diatur dan diancam dalam Pasal 127 ayat (1) huruf a Undang-Undang No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika. Karena perbuatannya, terdakwa dituntut pidana penjara selama 1 (satu) tahun dan 3 (tiga) bulan penjara dikurangi masa tahanan. Putusan tersebut dikeluarkan setelah terbukti bersalah yang termasuk pada asan kepastian. Begitu juga dengan tuntutan penjara yang juga terintegrasi oleh asas keadilan dan menjadi kan putusan yang ideal sehingga putusan diatas juga telah memenuhi asa kemanfaatan. Terhadap tuntutan pidana tersebut terdakwa mengajukan pembelaan secara lisan yang pada pokoknya mohon keringanan hukuman dan dapat direhabilitasi. Hakim bisa saja mengabulkan permohonan atau tidak mengabulkan permohonan terdakwa. Dan semua itu bisa terjadi karena alasan, bukti serta putusan yang dibuat oleh hakim selanjutnya dengan tetap memenuhi asas-asas putusan. Putusan merupakan mahkota hakim. Mahkota hakim harus terhindar dari kecacatan atau kekeliruan. Kesempurnaan dalam memahami hukum acara sangat penting bagi hakim. Hukum acara merupakan ruh dalam pemeriksaan perkara, sebagai pakem atau rel agar hakim tidak berpindah jalur dan arah.

Asas hukum dalam membuat putusan, merupakan seperangkat alat yang sifatnya wajib digunakan oleh hakim. Putusan akan sempurna bila asas-asas putusan dipenuhinya. Pelaksanaan putusan atau eksekusi, akan senantiasa dapat dilakukan tanpa ada suatu halangan akibat kesalahan penerapan hukum dan aturan. Human error bagi hakim akibat melakukan pelanggaran hukum acara dan asas dalam membuat putusan jelas di-haram-kan. Untuk itulah, patutlah kiranya kita sudah hafal diluar kepala tentang hukum acara dan juga asas-asas dalam membuat putusan.

 

  1. Penafsiran Literal adalah metode menafsirkan hukum berdasarkan tekstual yang tertulis dalam undang-undang. Sama seperti kasus diatas  mengkonteks kan perkara dengan bukti serta aturan undang—undang yang ada secara kontekstual. Putusan Pengadilan Nomor : 380 / Pid.Sus / 2013 / PN.JKT.UT. Dalam putusan tersebut terdakwa dinyatakan telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana yaitu “secara tanpa hak atau melawan hukum menggunakan narkotika Golongan I bagi dirinya sendiri“, sebagaimana diatur dan diancam dalam Pasal 127 ayat (1) huruf a Undang-Undang No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika. Karena perbuatannya, terdakwa dituntut pidana penjara selama 1 (satu) tahun dan 3 (tiga) bulan penjara dikurangi masa tahanan. Terhadap tuntutan pidana tersebut terdakwa mengajukan pembelaan secara lisan yang  pada pokoknya mohon keringanan hukuman dan dapat direhabilitasi. Karena itu soal menemukan dan menerapkan hukum objektif, bukan hak dan kewenangan para pihak, tetapi mutlak menjadi kewajiban dan kewenangan hakim. Para pihak tidak wajib membuktikan hukum apa yang harus diterapkan, karena hakim dianggap mengetahui segala hukum. Prinsip Ius Curia Novit/Curia Novit Jus pada dasarnya hanya teori dan asumsi. Dalam kenyatannya anggapan itu keliru, karena bagaimanapun luasnya pengalaman seorang hakim, tidak mungkin mengetahui segala hukum yang begitu luas dan kompleks. Namun, adagium itu sengaja dikedepankan untuk mengokohkan fungsi dan kewajiban hakim agar benar-benar mengadili perkara yang diperiksanya berdasarkan hukum, bukan di luar hukum. Jadi, fungsi putusan hakim sangat penting bagi yang bersangkutan agar yang memang benar-benar terdakwa dapat menerima hukuman yang dapat membuat jera dan pihak korban mendapatkan keadilan dalam kasus tersebut.

 

3.      Dalam memutus suatu perkara, seorang hakim harus bersikap positivis, sedangkan hukum progresif dapat diterapkan dalam proses legislasi undang-undang. Hukum pidana berfokus pada logika dan bahasa. Jika hukum pidana diartikan sebagai peraturan perundang-undangan saja, itu akan menimbulkan pemahaman yang salah. Dalam menafsirkan hukum yang tertulis dalam undang-undang, seorang ahli hukum harus dapat menggunakan logikanya dengan baik serta memahami tata bahasa yang baik. Dalam memutus perkara, hakim bukan hanya sebagai corong undang-undang, tetapi juga harus dapat menafsirkan peraturan yang berlaku dengan landasan logika yang runut dan memahami tata bahasa serta makna dari suatu frasa dalam peraturan perundang-undangan. Layaknya kasus diatas, Putusan Pengadilan Nomor : 380 / Pid.Sus / 2013 / PN.JKT.UT. Dalam putusan tersebut terdakwa dinyatakan telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana yaitu “secara tanpa hak atau melawan hukum menggunakan narkotika Golongan I bagi dirinya sendiri“, sebagaimana diatur dan diancam dalam Pasal 127 ayat (1) huruf a Undang-Undang No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika. Karena perbuatannya, terdakwa dituntut pidana penjara selama 1 (satu) tahun dan 3 (tiga) bulan penjara dikurangi masa tahanan. Terhadap tuntutan pidana tersebut terdakwa mengajukan pembelaan secara lisan yang pada pokoknya mohon keringanan hukuman dan dapat direhabilitasi. Banyak Batasan-batasan pengambilan putusan bagi hakim. Karena hakim tidak bisa memberi putusan sebebas-bebasnya dalam intrepretasi hukum. Hakim juga harus mengerti asas asas dan fungsi putusan agar dapat memahami dengan gambling terhadap Batasan-batasan pengambilan putusan pada setiap kasusnya.

 

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Latihan Soal UAS THE"

Posting Komentar