Contoh Makalah
MAKALAH
PELAYANAN PUBLIK DI KANTOR
KELURAHAN TAMBAK REJO
BAB
I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kelurahan adalah wilayah kerja lurah sebagai
perangkat daerah kabupaten
atau daerah kota dibawah kecamatan. Pembentukan kelurahan ditujukan untuk meningkatkan kemampuan
penyelenggaraan pemerintahan kelurahan secara berdayaguna, berhasil
guna, dan pelayanan
terhadap masyarakat sesuai dengan tingkat
perkembangan dan kemajuan
pembangunan.
Pelaksanaan pelayanan publik pada tingkat
pemerintah kelurahan merupakan ujung tombak dalam pelayanan prima pada masyarakat. Pemberian pelayanan kepada masyarakat menjadi salah satu aspek
paling penting didalam pelaksanaan fungsi pemerintahan dimana pemerintah berusaha memberikan pelayanan yang terbaik
sebagai implikasi dari fungsi aparatur
Negara.
Kualitas pelayanan publik merupakan suatu kondisi dimana pelayanan mempertemukan atau memenuhi atau bahkan melebihi
dari apa yang menjadi
harapan konsumen dengan sistem kinerja aktual dari penyedia jasa. Keberhasilan proses pelayanan publik
sangat tergantung pada dua pihak yaitu
birokrasi (pelayan) dan masyarakat (yang dilayani). Dengan demikian untuk melihat kualitas pelayanan publik
perlu diperhatikan dan dikaji dua aspek
pokok yakni aspek proses internal organisasi birokrasi (pelayan) dan aspek eksternal organisasi yakni kemanfaatan yang dirasakan oleh masyarakat pelanggan.
Kualitas memberikan suatu dorongan kepada pelanggan untuk menjalin ikatan yang kuat dengan suatu instansi.
Dalam jangka panjang ikatan seperti ini memungkinkan suatu instansi memahami
dengan seksama harapan
pelanggan serta kebutuhan
mereka. Dengan demikian,
instansi tersebut dapat meningkatkan kepuasan
pelanggan dengan cara, perusahaan memaksimumkan pengalaman pelanggan yang menyenangkan dan meminimumkan atau meniadakan pengalaman pelanggan yang kurang menyenangkan. Pada gilirannya kepuasan
pelanggan dapat menciptakan kesetiaan atau loyalitas kepada perusahaan yang memberikan
kualitas yang memuaskan
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana permasalahan pelayanan publik di kantor
kelurahan Tambakrejo?
2. Bagaimana analisis permasalahan pelayanan di kantor Kelurahan Tambakrejo?
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Definisi Kelurahan
Kelurahan adalah wilayah kerja Lurah sebagai Perangkat
Daerah Kabupaten atau Kota. Kelurahan
dipimpin oleh seorang Lurah yang berstatus sebagai Pegawai Negeri Sipil. Kelurahan merupakan unit pemerintahan
terkecil yang memiliki hak untuk
mengatur wilayahnya lebih terbatas.
Dalam kamus bahasa Indonesia yang dikemukakan oleh
Poerwadaraminta (1998:615)
mendefinisikan bahwa Kelurahan adalah daerah (kantor,rumah) Lurah. Sementara itu dalam pasal 3 Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia
No. 73 Tahun 2005 mengemukakan bahwa :
Kelurahan merupakan perangkat
daerah Kabupaten/Kota yang berkedudukan di wilayah Kecamatan. Kelurahan dipimpin oleh Lurah
yang berada dibawah dan bertanggungjawab kepada Bupati/Walikota melalui Camat.
Lurah diangkat oleh Walikota/Bupati atas usul Camat dari
Pegawai Negeri Sipil.
Syarat-syarat lurah
meliputi :
•
Pangkat/golongan minimal
Penata (III/c).
•
Masa kerja minimal 10 tahun.
•
Kemampuan tekhnis dibidang administrasi pemerintahan dan memahami
keadaan sosial budaya
masyarakat setempat.
Sesuai dengan undang-undang Nomor 73 Tahun 2005, Kelurahan
adalah wilayah kerja Lurah sebagai perangkat daerah kabupaten/kota dalam wilayah
kecamatan. Kelurahan dibentuk di wilayah kecamatan. Pembentukan Kelurahan harus sekurang-kurangnya memenuhi syarat
:
•
Jumlah Penduduk
•
Luas Wilayah
•
Bagian Wilayah
Kerja
•
Sarana dan Prasarana Pemerintahan.
Di kelurahan dapat dibentuk lembaga
kemasyarakatan. Pembentukan lembaga
kemasyarakatan, dilakukan atas prakarsa masyarakat melalui musyawarah dan mufakat. Lembaga
kemasyarakatan mempunyai tugas membantu
Lurah dalam pelaksanaan urusan pemerintahan, pembangunan, sosial kemasyarakatan dan pemberdayaan masyarakat. Dari pemahaman terhadap ruang lingkup kelurahan, maka elemen utama dari suatu
kelurahan terdiri dari :
Kesatuan wilayah administratif dengan segenap potensi
sumber daya yang dimiliki,Penduduk sebagai
warga masyarakat, dan kelompok-kelompok masyarakat, Pemerintahan desa dan kelurahan,
Aktivitas sosial ekonomi masyarakat dalam memenuhi
kebutuhan mereka sendiri, Seperangkat
aturan, tradisi dan kebiasaan yang dijunjung bersama untuk mencapai
tujuan bersama.
Elemen utama tersebut
selanjutnya sebagai fokus dan lokus pelaksanan kebijakan dan program pembangunan
masyarakat. Pengembangan kebijakan dan program
pembangunan masyarakat desa tersebut dilakukan
oleh suatu
organisasi yang berkedudukan di pusat, provinsi dan
kabupaten/kota serta kecamatan.
Kantor kelurahan Tambakrejo merupakan
salah satu perangkat daerah yang
memiliki tugas pokok melaksanakan sebagian urusan Pemerintah Kota Probolinggo. Dalam melaksanakan tugas
pokok, Kantor kelurahan TambakrejoBaru Kota Probolinggo mempunyai fungsi yaitu melayani masyarakat, meningkatkan mutu pelayanan
masyarakat, memajukan dalam pemberdayaan masyarakat sebagai aparatur pemerintah yang mengatur wilayahnya tertib dan aman, dan
melaksanakan pembangunan yang lebih maju.
Kelurahan Tambakrejo mempunyai visi dan misi, yakni sebagai
berikut :
Visi
Menjadikan Kelurahan Tambakrejo sebagai kelurahan yang tertib administrasi, maju dan mampu memberikan pelayanan
prima di bidang pemerintahan, pembangunan, kemasyarakatan, dan kebersihan sesuai dengan amanah
pemerintah kota Makassar.
Misi
•
Meningkatkan kualitas
pelayanan prima kepada
masyarakat.
•
Menciptakan kinerja
pegawai yang jujur,
bertanggungjawab, dan profesionalisme.
•
Membudayakan pola hidup bersih
dan sehat.
•
Menciptakan situasi
yang aman, tertib,
dan nyaman.
•
Meningkatkan kerjasama
masyarakat kelurahan Tamalanrea dalam pembangunan guna terciptanya kemajuan
pembangunan.
•
Pengantar dari ketua RT/RW tempat domisili
•
Bukti pelunasan PBB
•
Kartu Tanda Penduduk
•
Kartu Keluarga dan
•
Berkas lain yang diperlukan sesuai jenis layanan surat yang dibutuhkan.
2.2
Gambaran Umum Pelayanan Publik
Di Indonesia.
Berbicara mengenai pelayanan
publik, tidak akan ada habisnya
untuk dibahas. Banyak pandangan miring manakala kata pelayanan publik itu dibahas. Pelayanan publik sering dikaitan
dengan hal-hal yang kotor, korup, berbelit-belit,
dan petugas yang kurang ramah. Mungkin hal ini bisa saja tidak terjadi
tetapi inilah realita
yang dirasakan penulis
terjadi di Negara kita. Seharusnya pelayanan publik atau pelayanan umum dapat didefinisikan sebagai segala bentuk jasa pelayanan, baik dalam bentuk barang publik
maupun jasa publik yang pada prinsipnya menjadi
tanggung jawab dan dilaksanakan
oleh Instansi Pemerintah di Pusat, di Daerah, dan di lingkungan Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha
Milik Daerah, dalam rangka upaya pemenuhan
kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan
peraturan perundang-undangan. Contoh dari pelayanan publik ini banyak sekali.
Sebagai contoh pembuatan SIM, E-KTP, jasa
listrik (PLN), PDAM, PT KAI, pelayanan pajak, pengurusan paspor dan segala bentuk perizinan.
Pada makalah ini penulis menuliskan kasus pelayanan yang tidak seharusnya terjadi di lingkungan pemerintahan di Indonesia. Mengenai proses
pembuatan KTP di Indonesia. Kartu Tanda Penduduk (KTP) adalah identitas kependudukan. Kartu ini wajib
dimiliki oleh warga negara Indonesia yang
berusia di atas 17 tahun atau sudah menikah. Batas pembuatannya adalah 14 hari semenjak menikah atau
berusia 17 tahun dengan biaya gratis atau
tanpa uang sepeserpun. Sebagai sampling kasus, terdapat beberapa fakta yang menunjukan sebaliknya dimana
calon pembuat KTP dikenakan semacam charge atau bolehlah
secara kasar kita sebut uang sogok. Di kecamatan
X sebut saja begitu, ketika proses pembuatan KTP yang sedianya harus mengantri berjam-jam akibat
banyaknya yang mengurus KTP dalam sesi
foto cukup membayar Rp 20.000 maka akan dipercepat alias tanpa antri dan keesokan harinya
KTP sudah siap di tangan.
Itulah sekelumit fakta bahwa pembuatan
KTP yang sedianya
gratis tanpa sepeser
uang pun menjadi ajang mencari sampingan oknum-oknum
yang tidak bertanggung jawab. Saya pikir tidak
semua instansi baik di kecamatan, atau kelurahan atau RT seperti itu tetapi paling tidak,
dari beberapa instansi atau bahkan mungkin
banyak instansi, mengingat hal itu sudah menjadi rahasia umum, terjadi hal yang kurang patut
seperti itu.
Serupa dengan kasus pembuatan KTP adalah pembuatan SIM atau
surat izin mengemudi, bahkan dalam
masyarakat sampai terdapat istilah SIM nembak
atau SIM yang dibuat dengan uang pelicin. Misalnya, di Kota XYZ peserta yang ingin
mendapat SIM tanpa tes cukup
membayar Rp 170.000.
Selanjutnya adalah mengenai pelayanan pajak. Masih segar
dalam ingatan ketika bagaimana oknum
pegawai pajak, Gayus Halomoan Tambunan dalam
kasus pajak yang melibatkan “pemain-pemain kelas kakap” yang tentu saja
menciderai perasaan para wajib pajak dan makin memperparah
sentiment negatif masyarakat terhadap institusi perpajakan. Reformasi perpajakan memang sudah digulirkan semenjak tahun 2002 dan berdampak
positif ditandai dalam
berbagai barometer dan penelitian bahwa pajak bukanlah institusi terkorup dan tercapainya target
penerimaan negara yang semakin meningkat,
tetapi tetap Instansi perpajakan butuh usaha ekstra keras untuk bisa memperbaiki citranya.
Dari uraian-uraian di atas kondisi
pelayanan publik masih sangat buruk,
masih diwarnai praktek kolusi, korupsi,
dan nepotisme (KKN) serta
sarat dengan paradigma korporatisme untuk mencari keuntungan pribadi. Buruknya pelayanan
publik diperparah pula oleh rendahnya
partisipasi masyarakat dalam mengingatkan para pejabat publik termasuk pegawai
negeri sipil (PNS) agar bekerja lebih profesional. Namun itulah gambaran realita yang terjadi di Negara
Indonesia kita ini.
2.3
Penyebab Tidak
Maksimalnya Pelayanan Publik
Faktor-faktor penyebab buruknya
pelayanan publik selama ini antara lain:
1. Kebijakan
dan keputusan yang cenderung menguntungkan para elit politik dan sama sekali
tidak pro rakyat.
Teori kebijakan menyatakan bahwa “Kebijakan di buat untuk
menguntungkan orang yang membuat
kebijakan tersebut”. Terlepas dari keuntungan positif atau negatif terhadap orang tersebut. Namun realita yang terjadi
pada sistem pemerintahan kita yaitu masih banyaknya kebijakan
yang dikeluarkan pemerintah dengan latar belakang
ingin meperoleh keuntungan. Banyak contoh yang
dapat kita temukan, salah satunya. Msalnya, di beberapa kota- kota besar dilakukan
penggusuran besar-besaran sektor informal dan pedagang kaki lima dengan alasan keberadaan sektor informal dan pedagang kaki lima tersebut
mengganggu ketertiban, kenyamanan serta kepentingan umum
(publik). Namun, sebagian besar publik adalah penduduk miskin yang butuh lapangan pekerjaan. Bila
diteliti maka kebutuhan kota yang bersih tanpa pedagang
kaki lima sebenarnya, cuman kebutuhan sebagian kecil masyarakat menengah ke
atas. Dalam hal ini Kota Makassar, karena
penulis berasal dari kota Makassar. Di kota Makassar, sektor informal dan pedagang kaki lima bukannya di gusur
tetapi di tata. Di Kawasan Pantai Losari
, tiap hari sabtu dan minggu pagi sampai siang diperbolehkan bagi pedagang kaki lima untuk berjualan.
2. Kelembagaan
yang dibangun selalu menekankan sekedar teknis-mekanis saja dan bukan pedekatan pe-martabat-an kemanusiaan.
3. Kecenderungan masyarakat yang mempertahankan sikap menerima (pasrah)
apa adanya yang telah diberikan
oleh pemerintah sehingga
berdampak pada sikap
kritis masyarakat yang tumpul.
Pada umumnya masyarakat yang hidup di desa, baik itu desa
dekat kota maupun desa pedalaman, memiliki
sikap acuh dan tidak mau tau (apatis)
terhadap apa yang telah diberikan
oleh pemerintah. Padahal
pemerintah telah berusaha
untuk memberikan pelayanan yang baik kepada mereka. Hal ini dipicu karena masyarakat berfikir pelayanan yang memakan
waktu banyak dan urusan yang berbelit-belit dapat mengganggu waktu mereka untuk mencari
nafkah di sawah dan dikebun.
4. Adanya
sikap-sikap pemerintah yang berkecenderungan mengedepankan informality birokrasi dan mengalahkan proses formalnya dengan asas mendapatkan keuntungan pribadi.
Hal ini sangat sering kita temukan dalam kehidupan bermasyarakat kita. Salah satu
contoh, pada saat kita ingin mengurus surat kehilangan di kantor polisi,
untuk mempercepat proses pembuatnya penyelenggara pelayanan tersebut memita upah sebagai
uang pelicin/pungli (pungutan
liar) untuk mempermudah proses pembuatannya. Prilaku
tersebut mencerminkan prilaku
yang tidak benar pada seorang
penyelenggara pelayanan publik,
pasalnya kegiatan pungli tersebut sangat diharamkan dalam aturan pelayanan. Hal ini bisa saja dipicu karena
kurangnnya gaji atau upah yang didapatkan
oleh penyelenggara pemerintah, namun di sisi lain kenaikan gaji para pelayan masyarakat juga dinaikkan untuk mengimbangi kinerjanya tersebut. Tetapi itulah realitanya di Indonesia.
Terdapat 3 unsur penting dalam pelayanan publik,
yaitu unsur pertama,
adalah organisasi pemberi
(penyelenggara) pelayanan yaitu Pemerintah Daerah, unsur kedua, adalah penerima
layanan (pelanggan) yaitu orang atau masyarakat
atau organisasi yang berkepentingan, dan unsur ketiga, adalah kepuasan
yang diberikan dan/atau
diterima oleh penerima
layanan (pelanggan).
1. Unsur
pertama menunjukkan bahwa pemerintah daerah memiliki posisi kuat sebagai (regulator) dan sebagai pemegang
monopoli layanan, dan menjadikan Pemda
bersikap statis dalam memberikan layanan,
karena
layanannya memang dibutuhkan atau diperlukan oleh orang
atau masyarakat atau organisasi yang
berkepentingan. Posisi ganda inilah yang menjadi salah satu faktor penyebab buruknya pelayanan publik yang dilakukan
pemerintah daerah, karena akan sulit
untuk memilah antara kepentingan menjalankan
fungsi regulator dan melaksanakan fungsi meningkatkan pelayanan.
2. Unsur kedua, adalah orang, masyarakat atau organisasi yang berkepentingan atau memerlukan layanan
(penerima layanan), pada dasarnya
tidak memiliki daya tawar atau tidak dalam posisi yang setara untuk menerima
layanan, sehingga tidak memiliki akses untuk mendapatkan pelayanan yang baik. Posisi
inilah yang mendorong terjadinya komunikasi dua arah untuk
melakukan KKN dan memperburuk citra pelayanan dengan mewabahnya Pungli, dan ironisnya dianggap
saling menguntungkan.
3. Unsur
ketiga, adalah kepuasan pelanggan menerima pelayanan, unsur kepuasan
pelanggan menjadi perhatian
penyelenggara pelayanan (Pemerintah), untuk menetapkan arah kebijakan pelayanan
publik yang berorienntasi untuk memuaskan pelanggan, dan dilakukan melalui
upaya memperbaiki dan meningkatkan kinerja
manajemen pemerintahan daerah.
2.4
Kiat Mengatasi Pelayanan yang tidak Maksimal
Ada beberapa
upaya yang dapat dilakukan dalam peningkatan kualitas
pelayanan publik, diantaranya adalah:
1.
Revitalisasi,
restrukturisasi, dan deregulasi di bidang pelayanan publik; Dilakukan
dengan mengubah posisi
dan peran (revitalisasi) birokrasi dalam memberikan layanan kepada publik. Dari yang suka mengatur dan memerintah, merubah menjadi suka melayani, dari yang suka menggunakan pendekatan kekuasaan, berubah menjadi suka menolong menuju kearah yang
fleksibel kolaboratis, dan dari cara-cara sloganis menuju cara-cara kerja
yang realitas. Namun sebelum melakukan
revitalisasi dan restrukturisasi kelembagaan, maka langkah
pertama yang harus di tempuh adalah deregulasi, dengan mengkaji dan
menyempurnakan peraturan perundang- perundangan yang melandas penyelenggaraan pelayanan di berbagai
Instansi Pemerintah Daerah untuk lebih disesuaikan dengan reformasi dengan memangkas berbagai
peraturan yang menghambat agar menjadi lebih sederhana/efesien dan memperpendek jalur birokrasi yang panjang untuk kemudian dan kelancaran pelaksanaan
pelayanan. Dalam upaya ini antara
lain juga termasuk melalui penetapan bebagai standar pelayanan, penyederhanaan kelembagaan dan rentang kendalinya.
2.
Peningkatan profesionalisme pejabat pelayan publik;
Langkah-langkah yang harus dilakukan dalam upaya meningkatkan profesionalisme petugas pemberi pelayanan, antara lain:
a) Melakukan kajian/analisis kebutuhan diklat teknis fungsional oleh pemerintah pusat dan
pemerintah darah yang aplikatif dan praktis;
b) Menetapkan kewenangan penyelenggaraan diklat teknis fungsional diantara
pemerintah pusat, pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota;
c) Mengupayakan pengembangan jabatan fungsional bidang pelayanan publik;
dan
d) Melakukan studi banding tentang
sistem penyelenggaraan pelayanan
publik.
3.
Korporatisasi unit pelayanan publik;
Kebijakan otonomi manajemen (korporatisasi), yaitu
pemberian kewenangan secara eksplisit
dan jelas kepada unit/satuan kerja tertentu dari Instansi Pemerintah untuk menyelenggarakan manajemen
operasional pelayanan secara mandiri dan otonom. Kebijakan
tersebut pada dasarnya dimaksudkan
untuk membangun dan meningkatkan kinerja
satuan-satuan organisasi pemerintah, agar mampu memberikan pelayanan prima dan memilih keunggulan kompetitif (competitive
advantages), terutama terhadap unit kerja yang menyelenggarakan fungsi pelayanan masyarakat. Langkah korporatisasi ini tentu harus diikuti dengan berbagai perubahan
dan penyesuaian sistem dan
manajemen unit-unit pelayanan tersebut termasuk perubahan tata nilai dan budaya kerja dari para penyelenggara.
4.
Pengembangan dan pemanfaatan E-Government bagi instansi pelayanan publik.
Sejalan dengan program pembangunan tekhnologi informasi di
Indonesia, di sektor pemerintahan, sebagai aplikasi pemberdayaan aparatur negara, pemerintah meningkatkan dan mengembangkan penyelenggaraan E- Government atau E-Government On Line. Pada seluruh organisasi pemerintah, baik pusat maupun daerah terutama kepada instansi yang memberikan
pelayanan kepada masyarakat, sehingga penyediaan data dan informasi dapat diakses dan dimanfaatkan
secara cepat, akurat dan aman oleh
masyarakat dan para pengguna lainnya.
5.
Peningkatan partisipasi masyarakat dalam pelayanan
publik.
Dalam rangka mewujudkan tranparansi dan akuntabilitas dalam pelaksanaan pelayanan publik oleh aparatur, dikembangkan suatu konsep dengan
membangun keterlibatan/partisipasi masyarakat dalam menyelenggarakan fungsi-fungsi pelayanan publik untuk membangun kreativitas dan partisipasi masyarakat dalam pembangunan di samping
masyarakat dapat berpartisipasi penuh dan melakukan pengawasan sosial.
BAB
III PEMBAHASAN
3.1 Dimensi Kualitas
Pelayanan Publik
Kualitas pelayanan adalah tingkat
kesesuaian antara harapan atau keinginan
dan persepsi dari pelayanan yang diterima pelanggan. Kualitas pelayanan publik adalah sesuatu yang
berhubungan dengan terpenuhinya harapan
atau kebutuhan pelanggan, dimana pelayanan dikatakan berkualitas apabila dapat menyediakan produk atau
jasa sesuai dengan kebutuhan para pelanggan.
Berkaitan dengan kualitas, diyakini
bahwa harapan pelanggan
mempunyai peranan yang besar dalam menentukan kualitas
barang dan jasa, karena pada dasarnya hubungan yang
erat antara penentuan kualitas dan
kepuasaan pelanggan. Karena pelanggan adalah orang yang menerima hasil pekerjaan seseorang atau suatu
organisasi, maka hanya pelangganlah yang
dapat menentukan kualitasnya seperti
apa dan hanya mereka pula yang dapat menyampaikan
apa dan bagaimana kebutuhan mereka.
3.2 FAKTOR-FAKTOR YANG MENENTUKAN KUALITAS
PELAYANAN
Parasuraman, Zeithaml, dan Berry (dalam Tjiptono, 1998:69)
yang melalukan penelitian khusus terhadap beberapa
jenis pelayanan, mengidentifikasi sepuluh faktor utama yang menentukan kualitas
pelayanan, yakni :
1. Realibility, yang mencakup konsistensi kerja (performance) dan kemampuan untuk dipercaya (dependability). Hal ini berarti
perusahaan memberikan pelayanannya secara tepat sejak awal
(right the first time) dan telah memenuhi janji (iklan)nya.
2. Responsiveness, yaitu kemauan atau kesiapan para pegawai
untuk memberikan pelayanan
yang dibutuhkan pelanggan.
3. Competence, artinya setiap pegawai perusahaan memiliki pengetahuan dan ketrampilan yang dibutuhkan untuk dapat memberikan pelayanan tertentu.
4. Access, yaitu kemudahan untuk dihubungi atau ditemui, yang
berarti lokasi fasilitas pelayanan
mudah dijangkau, waktu menunggu
tidak terlalu lama, saluran
komunikasi mudah dihubungi.
5. Courtesy, yaitu sikap sopan santun, respek, perhatian, dan
keramahan dari para kontak
personal perusahaan
6. Communication, yaitu memberikan informasi yang dapat dipahami pelanggan
serta selalu mendengarkan saran dan keluhan
pelanggan.
7. Credibility, yaitu jujur dan dapat dipercaya. Disini
menyangkut nama dan reputasi
perusahaa, karakteristik pribadi,
kontak personal, dan interaksi
dengan pelanggan.
8. Security, yaitu aman (secara fisik, finansial dan kerahasiaan) dari bahaya, resiko
atau keragu-raguan.
9. Understanding/knowing the customer, yaitu upaya untuk
memahami kebutuhan pelanggan.
10. Tangible, yaitu segala bukti fisik seperti pegawai,
fasilitas, peralatan, tampilan fisik dari pelayanan
misalnya kartu kredit
plastik.
Namun dalam perkembangan selanjutnya Parasuraman et al., (dalam Zeithaml
dan Bitner (1996: 118) sampai pada kesimpulan bahwa kesepuluh dimensi kualitas pelayanan di atas
dirangkumkan menjadi lima dimensi pokok yang terdiri
dari reliability, responsiveness, assurance (yang mencakup
competence, courtesy, credibility, dan security), empathy
(yang mencakup
access, communication dan understanding the customer), serta tangible. Penjelasan kelima dimensi untuk menilai kualitas
pelayanan tersebut adalah
:
1. Tangibles (bukti fisik); meliputi fasilitas fisik,
perlengkapan, pegawai dan sarana komunikasi serta kendaraan operasional. Dengan demikian bukti
langsung/wujud merupakan satu indikator yang paling konkrit. Wujudnya berupa segala fasilitas yang secara nyata
dapat terlihat.
2. Reliability (kepercayaan); merupakan
kemampuan memberikan pelayanan yang dijanjikan dengan segera
dan memuaskan. Menurut Lovelock,
reliability to perform the promised service dependably, this means doing it right, over a period of
time. Artinya, keandalan adalah kemampuan perusahaan untuk menampilkan pelayanan
yang dijanjikan secara tepat dan konsisten. Keandalan
dapat diartikan mengerjakan dengan benar sampai kurun
waktu tertentu. Pemenuhan janji
pelayanan yang tepat dan memuaskan meliputi ketepatan waktu dan kecakapan dalam menanggapi keluhan
pelanggan serta pemberian pelayanan secara wajar dan akurat.
3. Responsiveness (daya
tanggap); yaitu sikap tanggap pegawai
dalam memberikan pelayanan
yang dibutuhkan dan dapat menyelesaikan dengan cepat. Kecepatan pelayanan yang diberikan merupakan
sikap tanggap dari petugas dalam
pemberian pelayanan yang dibutuhkan. Sikap tanggap
ini merupakan suatu akibat akal dan pikiran
yang ditunjukkan pada pelanggan.
4. Assurence (jaminan); mencakup pengetahuan, kemampuan, kesopanan
dan sifat dapat dipercaya yang dimiliki pegawai, bebas dari bahaya,
risiko dan keragu-raguan. Jaminan adalah upaya perlindungan yang disajikan untuk masyarakat bagi warganya
terhadap resiko yang apabila resiko itu terjadi
akan dapat mengakibatkan gangguan dalam struktur
kehidupan yang normal.
5. Emphaty (empati); meliputi kemudahan dalam melakukan
hubungan, komunikasi yang baik dan
memahami kebutuhan pelanggan. Empati merupakan individualized attention to customer.
Empati adalah perhatian yang dilaksanakan secara pribadi atau individu terhadap
pelanggan dengan menempatkan dirinya pada situasi pelanggan.
Sementara itu Vincent (1997: 67) mengidentifikasi 10
dimensi untuk melihat kualitas pelayanan, yaitu: ketepatan waktu pelayanan, akurasi
layanan, kesopanan dan
keramahan dalam memberikan pelayanan, tanggung jawab, kelengkapan, kemudahan mendapat layanan, variasi model layanan,
layanan pribadi, kenyamanan dalam memperoleh layanan,
dan atribut pendukung
lainnya seperti lingkungan, kebersihan, ruang tunggu,
AC, dan lain-lain.
Dari uraian di atas dapat disarikan bahwa kinerja
pelayanan adalah hasil kerja yang
dicapai oleh pegawai dalam melaksanakan tugas sesuai dengan tanggung jawabnya yang diukur berdasarkan
indikator bukti fisik (tangible), keandalan
(reliability), daya tanggap (responsiveness), jaminan (assurance), dan empati (emphaty).
BAB
IV PENUTUP KESIMPULAN
Kelurahan adalah wilayah kerja Lurah sebagai Perangkat
Daerah Kabupaten atau Kota. Kelurahan
dipimpin oleh seorang Lurah yang berstatus sebagai Pegawai Negeri Sipil.
Pelayanan publik adalah mendahulukan kepentingan umum,
mempermudah urusan publik,
dan mempersingkat waktu pelaksaan urusan publik, serta memberikan kepuasan
kepada publik. Menurut
Parasuraman untuk mengetahui kualitas pelayanan yang dirasakan secara
nyata oleh konsumen, ada 5 indikator atau dimensi kualitas pelayanan menurut apa yang dikatakan konsumen, yaitu Kehandalan
(Reliability), Empati (Emphaty), Berwujud (Tangibles), Ketanggapan (Responsiveness), dan Jaminan Kepastian
(Assurance).
Kualitas pelayanan di Kantor Kelurahan
Cempaka Baru sudah cukup memuaskan. Dilihat dari segi tangibles
atau fasilitas yang sudah memadai, responsiviness
atau pelayanannya yang sudah tepat dan cepat, assurance atau kepercayaan dapat dilihat dari aman dan kenyamanan masyarakat dalam pemberian pelayanan, serta reliability dan empathy aparatur
yang sudah berusaha
membangun komunikasi yang baik dengan masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Budimansyah, dasim
Dkk. 2015. Manajemen Pelayanan Umum.
Tanggerang; Universitas Terbuka.
Barata,
Atep. 2004. Dasar- Dasar Pelayanan Prima. Jakarta : Elex Media. Hardiyansyah. 2011. Kualitas Pelayanan Public. Yogyakarta : Gava Media.
Thoha, Miftah.
1995. Kepemimpinan Dalam
Manajemen Suatu Pendekatan Perilaku. Jakarta : PT. Grafindo Persada.
https://id.wikipedia.org/wiki/Prosedur_operasi_standar (Diakses
pada hari,
Sabtu 20 nopember
2012)
http://id.wikipedia.org/wiki/Pelayanan_publik (Diakses
pada hari, Sabtu, 20 nopember 2021)
0 Response to "Contoh Makalah"
Posting Komentar